Photo by Joanna Kosinska on Unsplash

Surat RW03: Permenungan & Refleksi

Bulan lalu ada sedikit gaduh-gaduh dari ibukota. Kami mencoba memahami kegaduhan tersebut dan menangkap hikmahnya.

Dunia maya Indonesia dibikin gemas dan gempar selama kurang lebih 3 hari. Pasalnya telah beredar surat dari penguasa komplek di perumahan tertentu akan pelarangan kegiatan street feeding untuk kucing tak berpemilik di area komplek. Surat itu melawan tren arus utama di negeri ini dan dinilai ‘melarang aksi kebaikan’. Surat tersebut menuai kontra dikarenakan mengandung amaran-amaran yang menyulut serapah dan memantik berbagai percakapan. Salinan digital surat tersebut sampai ke kami, isinya memang menarik pelatuk.

Menarik, karena edaran tersebut memakai hubungan sebab-akibat yang tidak tepat. Dalam arti yang lebih persis: falasi. Ya, menimpakan kesalahan akan banyaknya populasi kucing hanya pada kegiatan street feeding adalah falasi. Padahal, kata berbagai ahli dan aktivis, pertambahan populasi kucing liar memiliki sebab multi-faktor meskipun pemberian pakan memang dianggap salah satunya. Edaran tersebut dibumbui dengan poin-poin yang mereka anggap ‘daftar solusi’.

Alih-alih mengajak diskusi, ‘daftar solusi’ yang dikemukakan dalam bentuk amaran malah menggunakan pendekatan yang menempatkan pegiat street feeding seolah satu kasta dengan kasus kenakalan remaja. Poin yang membenarkan tindakan perampasan, tidak sejalan dengan kerukunan warga yang seharusnya dijaga. ontrog yang dilakukan ke rumah ‘oknum’ terasa agresif dan dirasa tidak perlu.

Beredarnya surat ini telah menyakiti dan mencederai semangat animal welfare yang sedang dibangun secara kolektif oleh berbagai elemen masyarakat. Pemakaian supresi yang dilakukan terhadap pegiat street feeding dinilai tidak solutif karena menggunakan basis pikir yang salah dan membuka ruang bagi konflik yang dapat dihindari.

Di lain sisi, para pegiat street feeding juga perlu menyadari bahwa ada kelompok masyarakat yang tidak menyukai keberadaan kucing jalanan dan ini sahih. Jika masyarakat tidak menerima kegiatan street feeding, maka hormati saja keputusan itu. Ini adalah kenyataan sosial dan penolakan tersebut tidak serta merta berarti ‘menolak kebaikan’ dan ‘menjadi orang jahat’, sejak, ‘baik’ hanyalah konsep relatif yang berhubungan erat dengan titik pandang. Terdapat area abu-abu yang luas diantara dikotomi ‘baik’ dan ‘buruk’.

Baik dan benar adalah dua hal yang komplementer dan terkadang niat yang baik saja tidak cukup. Keduanya perlu berjalan bersama agar dapat mencapai titik kebermanfaatan yang maksimal. Jika kegiatan street feeding itu dirasa baik, maka lakukan dengan benar.

Karena, ada indikasi pegiat street feeding juga tidak lepas dari kesalahan. Dari laporan yang kami terima, banyak sisa makanan kucing di aspal tidak dihabiskan sehingga kotor. Aspal jalanan sendiri, sebenarnya bukan tempat pemberian pakan yang ideal. Kucing komplek bisa-bisa menghalangi lajur mobil dan beresiko tertabrak. Ditambah, bungkus makanan kucing yang berserakan mengurangi estetika taman. Jika laporan yang kami terima ini akurat, maka wajar saja warga komplek melapor.

Pun, jika ternyata populasi dirasa mengganggu, troubleshooting paling tepat adalah, kontrol populasi. Kontrol populasi dapat dilakukan dengan humane (sterilisasi) atau tidak humane (eradikasi). Sterilisasi lebih lazim dilakukan dalam keadaan normal. Eradikasi pernah dilakukan oleh negara tetangga dan menimbulkan polemik. Saat ini, eradikasi anjing jalanan dengan cara pemberian racun potasium sianida sedang terjadi di Bali. Hikmahnya, kasus ini dapat menjadi momentum yang tepat untuk mengedukasi masyarakat luas akan pentingnya sterilisasi hewan jalanan. Semua rangkaian kejadian ini, syukur-syukur bisa merangsang perluasan wawasan warga komplek.

Pembaca yang budiman, berkehidupan adalah soal berbagi ruang. Ingat lukisan di dinding suatu gua purba? Manusia dan hewan telah berbagi ruang sejak era Paleolitikum. Dan dalam konteks perkotaan, hidup berdampingan dengan satwa jalanan adalah bagian dari proses urbanisasi. Banyak negara telah membuktikan bahwa koeksistensi damai antara manusia dan satwa sukses dilakukan pada kehidupan urban. Proses berbagi ruang disini, dapat berarti menembus dimensi fisik.

Bagi sebagian kelompok, konsep ‘berbagi ruang’ itu pula termanifestasikan dengan memberikan kepedulian kepada satwa jalanan. Bentuknya beragam, salah satunya memberi pakan. Intinya — sikap peduli adalah pintu masuk untuk merayakan biodiversitas yang ada di sekitar kita.

Kucing-kucing komplek RW03 Green Garden yang tidak bisa menyampaikan sendiri pendapatnya tentu membutuhkan perhatian manusia. Mereka tidak tahu apa yang terbaik bagi mereka, karenanya, manusia wajib membantu. Sebagai satu-satunya makhluk yang berbudi pekerti di Bumi, sesekali coba kita kesampingkan ego.

Hidup berdampingan dengan mereka adalah keniscayaan.

Kami mengajak pembaca meluangkan waktu sejenak untuk berterima kasih kepada semua pemerhati hewan jalanan — baik individu, shelter, foster home, bisnis, NGO, inisiatif independen, rescuer dan terutama kawan-kawan sesama komunitas kampus!

Find more about us on linktr.ee/unpadstreetfeeding

--

--

The Cat Corner—Unpad Street Feeding Animal Friend
The Cat Corner—Unpad Street Feeding Animal Friend

Written by The Cat Corner—Unpad Street Feeding Animal Friend

Dear readers, we have relocated to www.unpadforstrays.or.id. This new site featured better blogging experience and landing pages.

No responses yet